Islamophobia adalah sebuah ketakutan tanpa alasan terhadap segala
sesuatu yang berbau agama Islam. Isu terorisme yang dikaitkan dengan
agama yang tersebar pertama di Jazirah Arab ini rentan memicu
diskriminasi.
Selepas serangan teroris 11 September 2001, cukup banyak populasi
Amerika Serikat serta negara Barat lain mengidap ketakutan ini langsung
menilai seorang yang beragama Islam adalah bagian dari kelompok teror.
Tuduhan itu tak pernah disokong bukti kuat dan hanya berbekal praduga
bahwa seseorang dengan atribut Islami dituding teroris. Demikian pula
wanita berhijab dan bercadar atau pria berjanggut sering dilabeli
radikal.
Prasangka lain yang sering muncul berangkat dari nama seseorang. Nama
berbau Arab, misalnya Muhammad, Abdullah, atau Ahmad menjadi bernuansa
negatif bagi orang yang kadung fobia Islam. Contoh kasus terbaru adalah
seorang anak bernama Ahmed Mohamed asal Amerika Serikat. Pelajar 14
tahun itu ditangkap polisi hanya karena membuat jam digital yang dikira
adalah bom. Celakanya hal ini dilakukan tanpa bukti terlebih dulu,
karena Negara Adidaya itu sudah termakan ketakutan Islamophobia.
Terutama karena namanya.
Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) menilai tindakan sekolah dan
Kepolisian Irving adalah wujud nyata Islamofobia yang masih membekas di
Negeri Paman Sam usai tragedi serangan 11 September. “Seandainya nama
bocah itu bukan Mohamed, tidak akan ada kecurigaan dari siapapun tentang
alat buatannya,” kata Anggota Dewan Pengurus CAIR, Alia Salem.
Ternyata bukan Ahmed saja yang mengalami diskriminasi dan
kriminalisasi karena namanya dianggap sinonim dengan terorisme. Berikut,
rangkuman merdeka.com dari bermacam sumber, orang-orang yang ditangkap
kepolisian di negara tempatnya tinggal hanya akibat bernama Muhammad:
1. Pekerja bandara
Seorang pekerja Bandara Syracuse, New York, Amerika Serikat yang dituduh
membuat aksi teror pada bulan Mei tidak lagi berhadapan dengan tuduhan
kriminalitas, setelah persidangan membuktikan bila dia tidak bersalah.
Pria bernama Mohammad Salak (33) asal Gordon Parkway dilaporkan oleh
rekan kerjanya bila telah membuat ancaman dengan membawa senapan kala
bekerja dan mengancam akan menembak semua orang. Persidangan yang
dilangsungkan di Desa Onondaga, Distrik Attorney, dihadiri Hakim Stephen
Dougherty.
Hakim sepakat meringankan tuduhan menjadi sebatas pelanggaran
meresahkan ketertiban publik. Seorang saksi yang kala itu menuturkan
kesaksian kerap memberi pernyataan gamang. “Ada yang mengatakan bila
mereka tidak mendengar saat Salak mengatakan akan membunuh semua orang
dengan senjata itu namun ada juga hal sebaliknya,” papar Pengacara
Salak, Iman Abraham. “Namun sesungguhnya pistol itu dibawa Salak hanya
untuk membela diri dan bukan untuk tindak kriminal,” pungkas Abraham.
2. Mahasiswa di Korsel
Satpam Universitas Sungkyunkwan di Seoul, Korea Selatan menerima
peringatan dalam pesan elektronik pada 20 Januari. Dalam pesan itu
disebut seorang pria bernama Muhammad (30), penerima beasiswa asal
Pakistan adalah seorang teroris. Muhammad dituduh akan meledakkan kampus
itu.
“Saya melaporkan bila mahasiswa muslim terlibat serangkaian aksi
kekerasan seperti terorisme di Taliban, dia berasal dari Pakistan,
namanya adalah Muhammad,” tulis pesan yang tidak diketahui identitasnya
dan mengaku bernama Dolly Mam.
Secara cepat polisi melancarkan investigasi terkait hingga tanggal 4
Febuari, namun tidak dapat menemukan bukti bila nama tersebut terlibat
tindak terorisme atau berafiliasi dengan kelompok terkait.
“Kami telah memeriksa segalanya dan itu hanya terlihat bila orang asing itu telah mendapat dugaan yang keliru,” ujar kepolisian.
3. Dokter di Australia
Pemerintah Australia secara resmi menuturkan perminta maafnya akibat
telah menyebut seorang dokter asal India adalah teroris pada tiga tahun
lalu. Mohamed Haneef telah salah duga dalam hubungannya terhadap
terorisme dalam penyerangan di Bandara Internasional Glasgow tahun 2007.
“Kantor Berita AFP menyatakan bila itu sebuah kesalahan dan Dr Haneef
tidak bersalah dalam penyerangan yang diduga sebelumnya, Negara
Persemakmuran meminta maaf dam akan membayar sejumlah kompensasi ke
pihak terkait, dan membersihkan namanya di kemudian hari agar dapat
melanjutkan hidup dan karirnya,” ujar Polisi Federal Australia, seperti
dilansir dari laman the guardian, Desember 2010.
Haneef dicokok lantaran disebut mempunyai hubungan dengan Kafeel
Ahmed dan Sabeel Ahmed, yang mana kedua pria tersebut adalah dua orang
yang terlibat pada kasus terkait. Namun pada akhirnya tidak ditemukan
bukti antara keterikatan antara pihak tersebut.
4. Polisi Inggris
Pria bernama Mohammed Hussain (30) menjalani serangkaian proses
investigasi oleh kepolisian anti-teror Met setelah sebuah praduga dari
rekan kerjanya yang mengindikasikan bila Hussain adalah seorang dari
kelompok ekstrimis. Dia mengatakan dalam persidangan jika dirinya dibuat
terisolasi dari dunia luar ketika rekannya menuduh keterlibatannya kala
kelompok milian menyerang London pada 7 Juli silam.
Padahal Hussain juga seorang polisi. Dia adalah peneliti di
kepolisian Metropolitan London bidang analisis forensik. Hanya saja,
saat bercakap-cakap dengan beberapa temannya, Hussain disebut
mengatakan, “tidak ada salahnya membunuh tentara Amerika.”
5. Pelajar di Texas
Ahmed Mohamed (14) pelajar di SMA MacArthur, Kota Irving, Texas, Amerika
Serikat, mengalami kriminalisasi di sekolah. Murid yang menonjol dalam
pelajaran matematika dan fisika itu membuat jam digital untuk tugas
kelas teknik terapan.
Awal pekan ini, setelah membawa karya dalam koper itu ke sekolah, Ahmed
justru dijemput satpam dan empat polisi. Pelajar keturunan imigran asal
Sudan ini diperiksa, dipaksa memberikan sidik jari, serta ditahan
beberapa jam di unit kejahatan anak, sebelum akhirnya dibebaskan pada
Selasa (15/9) karena terbukti tidak ada indikasi terorisme.
No comments:
Post a Comment